LUMAJANG - Menjelang Pilkada 2024 di Kabupaten Lumajang mulai dimeriahkan oleh lalu lalang narasi masing masing pendukung pasangan calon. Kritik dan saling sindir mewarnai pemandangan di media sosial.
Narasi yang menyajikan gagasan dan program tentang bagaimana pasangan calon nantinya, akan mampu melanjutkan pembangunan di Kabupaten Lumajang, tanpa harus menjauhkan ruang publik dari fragmentasi politik praktis yang memicu politik identitas.
Menanggapi fenomena ini, aktivis LSM Forum Kajian dan Pengembangan Wacana Lokal (FKPWL) Wahyudi Gunawan menilai, bahwa perang narasi semacam ini menjadi sesuatu hal yang wajar. Sebab, setiap pendukung memiliki cara yang kreatif dan inovatif, terutama untuk mendukung Paslonnya.
"Narasi narasi itu wajar. Bisa jadi bermaksud menjual kelebihan dari masing masing paslon yang didukungnya. Hadapi saja dengan bijak," kata Wahyudi Gunawan Kamis (12/9/2024)
Wahyudi menilai narasi tersebut hanya dilontarkan demi kepentingan politik. Ia menilai isi narasi yang berbeda itu, hanya sebuah perbandingan pendapat. Dari situ bisa tahu siapa yang bakal mendapat dukungan.
Wahyudi menambahkan, menggaungkan narasi yang menarik itu sangat penting, tanpa menjelek-jelekkan paslon lain yang tidak didukungnya. Hal ini agar tidak tidak terjadi kesalah pahaman antar kelompok.
Senada dengan itu, Hendra Prabekti, ketua pemerhati sosial LSM FKPWL menilai bahwa perang narasi selama menjelang pilkada Lumajang 2024 ini merupakan hal yang wajar.
Menurutnya, setiap dukungan dari pasangan calon membutuhkan ruang untuk menyampaikan visi dan misi kandidat untuk mendapatkan tambahan dukungan.
“Adu narasi seperti itu wajar-wajar saja. Setiap pendukung pasangan calon merasa perlu melakukan itu, terutama dilakukan dalam rangka menyampaikan hasrat dukungannya," ujar Hendra, Minggu (15/9/2024).
Namun demikian, Hendra mengingatkan bahwa perang narasi bisa menjadi berbahaya jika berubah menjadi kampanye hitam (black campaign) atau penggunaan berita bohong (hoaks) demi menarik simpati pemilih.
Ia menambahkan, bahwa narasi demokrasi seharusnya dikembangkan melalui pemikiran, gagasan, dan ide-ide perubahan dan tetap pada koridor prinsip-prinsip demokrasi.
"Paling tidak narasi dapat membawa pemahaman arti demokrasi yang sebenarnya, tidak memaksa untuk memilih salah satu pasangan calon, melainkan bebas memilih sesuai dengan kehendak hati siapa calon yang akan dipilih," katanya kemudian.
Lebih lanjut ia berpendapat, bahwa narasi narasi yang ada di sosial media semacam itu, tentunya dimaksudkan untuk menarik simpati masyarakat secara luas. (red).
0 Komentar