Surat “Cinta” Untuk Aparatur Sipil Negara

 


Menjelang pilkada Lumajang 2024, tidak sedikit kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Lumajang dan Provinsi Jawa Timur, mulai melakukan “akrobat politik” dengan cara memberikan dukungan kepada calon bupati dengan berbagai model. 

Ada yang memberikan ruang agar bakal calon bupati yang didukung hadir dalam sebuah acara pemerintah (entah melalui undangan formal atau informal). Ada pula yang mengenakan simbol-simbol tertentu yang biasa dikenakan oleh calon bupati yang didukungnya saat menggelar acara. Ada juga yang terang-terangan lewat WA grup dan facebook. 

Mengapa mereka berani melakukan itu semua padahal mereka ASN? Jawabanya serempak, saat ini belum masanya kampanye. Tidak ada larangan siapapun melakukan kampanye, termasuk ASN. Bagaimana dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, pasal 5 huruf n, poin (5)? Di situ jelas-jelas disebutkan ASN dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Dan secara etik mereka juga tidak menjaga etika birokrasi. 

Kawan-kawan ASN khususnya di lingkungan Pemkab Lumajang yang saya hormati. Sebetulnya tugas sampeyan adalah mengabdi kepada negara. Melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan cepat, tidak sampai euforia dengan ikut-ikutan mengawali kampanye dengan berbagai model. Sampeyan para ASN, secara profesional mengabdikan diri kepada negara. Memperlakukan politisi dan partai politik dengan setara dan tidak memihak. Bekerja secara independen atas dasar kepentingan negara dan masyarakat, serta terlepas dari siklus politik praktis lima tahunan.

Dalam Pasal 2 UU No 5 Tahun 2014  disebutkan :

“Setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu”.

ASN memang punya hak untuk memilih calon bupati dan wakil bupati yang disukai. Jika kesukaan terhadap cabup – cawabup  dipertontonkan ke publik, apalagi sampai disengaja itu sama artinya anda terang-terangan ikut mengkampanyekan sang calon bupati sejak awal.  Itu sudah masuk pada keberpihakan yang diumbar. 

Kawan-kawan ASN tahu apa saja jenis pelanggaran netralitas berupa kode etik? Membuat postingan dukungan kepada paslon, likes/comment/share paslon tertentu, memasang spanduk, sampai dengan menghadiri deklarasi paslon, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan, sampai dengan ikut sebagai peserta kampanye paslon adalah contoh pelanggaran netralitas. 

Kawan-kawan para ASN juga tahu sanksi pelanggaran disiplin  bisa berupa pemotongan Tunjangan Kinerja (Tukin) sebesar 25% selama 6 bulan-12 bulan, hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan jabatan selama 12 bulan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, sampai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Pemerintah 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Belum lagi jika calon yang dikampenyekan kalah. Nggak tambah bahaya, ta?

Kawan-kawan para ASN juga paham, dalam Pasal 2 UU No 5 Tahun 2014  disebutkan :

“Setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu”.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil secara jelas mengatur ketentuan netralitas dalam Pemilu 2024. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 5 huruf n, yang berbunyi :

PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara :

1. Ikut kampanye;

2. Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;

3. Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;

4. Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;

5. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;

6. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau

7. Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

Jika kawan-kawan ASN di lingkungan Pemkab Lumajang tetap tidak bisa menjaga netralitas, apalagi sampai ikut-ikutan melakukan kampanye sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye bersiap-siaplah menanggung konsekuensinya. 

Akhiron, sebagai penutup dari Surat “Cinta” yang ini, saya ucapkan bravo buat kawan-kawan ASN di Lingkungan Pemkab Lumajang yang masih iman politiknya tebal, profesional, dan tahan godaan untuk tidak netral seperti atasannya, misalnya. Wassalam.


Penulis : Syamsudin Nabilah. Alumni Ponpes An-Nuqayah, Guluk-guluk Sumenep. Mantan aktivis mahasiswa Universitas Jember

Posting Komentar

0 Komentar