Swaralamadjang.my.id - Melansir dari Kompas TV dalam acara ramai-ramai kritik Jokowi, pada Rabu (7/2/2024), berikut disampaikan oleh salah satu pembicara.
Saya teringat Pak JK mengatakan ini adalah pemilu yang terburuk setelah reformasi. Pak Mahfud pun mengatakan ini pemilu yang brutal. Ini kan entry poinnya.
Ini dari putusan MK 90 itu yang kemudian juga terbukti bagaimana putusan dari DKPP semuanya melakukan pelanggaran etik. Nah ini yang dikhawatirkan bahwa pemilu itu menjadi kehilangan legitimasi.
Mereka yang berkuasa boleh saja mengklaim bahwa kami punya legitimasi hukum. Okey, anda punya legitimasi hukum, tapi di mata kami tidak ada legitimasi moral.
Padahal ini kan sangat penting karena kita ingin pemilu yang berintegritas, pemilu yang bermartabat. Karena apa, karena kita menginginkan apa yang kita katakan sebagai sistem pemilihan umum yang berkeadilan.
Dan sistem pemilihan umum yang berkeadilan itu adalah sistem pemilihan umum dimana aturan-aturannya itu menjamin bahwa rakyat dapat melaksanakan hak pilihnya.
Kemudian penyelenggara pemilu itu yang tunduk bukan pada ketentuan ketentuan tetapi juga pada etika-etika, kemudian pada penegakan hukum yang adil.
Nah inilah yang menjadi persoalan. Padahal pemilihan umum itu merupakan salah satu instrumen yang paling penting dalam rangka demokrasi.
Bagaimana kalau pemilihan umumnya cacat? Pemilihan umumnya tidak punya legitimasi moral. Apakah kita masih dapat katakan bahwa demokrasi di Indonesia ini baik baik saja?
Secara moral dikatakan baik, apabila ia dipandang sebagai suatu kewajiban menjalankannya. Siapakah yang bisa menilai itu selain etika.
Tetapi ketika terjadi percampuran berbagai hal, maka kita akan bingung apakah ini kewajiban atau apakah ini untuk kepentingan diri sendiri atau kepentingan of interest.
Oleh karena itu, respon yang saya inginkan adalah, karena otoritas keberhasilan penyelenggaraan negara ini, legitimasi kepemimpinan itu ada di tangan penyelenggara pemilu dan otoritas negara.
Maka saya ingin menyampaikan bahwa sebagai kepala negara, sebagai kepala pemerintahan harus secara clier mengatakan kepada para bawahannya, para pembantunya baik kepada menteri, TNI, Polri untuk mengatakan stop!.
Memberikan komentar komentar yang mendegradasi kampus, mendegradasi dunia perguruan tinggi, dan itu dinyatakan dalam tindak lanjut perbuatan perbuatan yang konkrit. Kalau itu di abaikan, maka rakyatlah yang akan menentukan pilihannya. (red)
0 Komentar